Hari ke-sembilan belas, poli psikologi, Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit
08.00 Aku tiba di Poli berbarengan bersama Hanun dan bu Rena, di ruangan sudah ada ayu disana, langsung melaporkan pada kami bahwa mba Maria tidak masuk hari ini karena sakit, hari ini hari ketiga kami di poli, sebenarnya kami masih ragu dititipkan tugas oleh mba Maria, kami masih dalam tahap adaptasi dan masih perlu orientasi, tetapi kami beranikan diri, karena ketiga psikolog ternyata bergantung pada kami, sejatinya pada mba Maria. Bagaimana manajemen pasien, filing dokumen, dan sebagainya sebagainya.
09.00 Crowded, Hectic, Pak Heri (Kalau tidak salah) mengetuk pintu kami dan terus mengirim RM (Rekam Medis) dari beberapa pasien. Ada tujuh pasien hari ini, psikolog yang sedang praktek hari ini hanya bu Nurul, tapi bu Vina dan Bu Rena membantu bu Nurul dengan mengambil masing-masing satu pasien. Kemudian, kami juga harus mengurusi dokumen hasil tes dari calon karyawan untuk RS Budi Asih. Jumlahnya ada 38 peserta, setelah kami print hasilnya, kami harus menemui ketiga psikolog yang masing-masing punya tanggung jawab peserta tertentu, selanjutnya kami harus menstempel semua hasil, stempel RS hanya ada di poli NAPZA di lt 1 dan di lt 4 official staff dari RS Duren Sawit. Kami mengerjakan itu dengan setengah panik, setengah bingung, setengah kacau, setengah beres, dan penuh dengan senang hati. Dokumen Budi Asih akhirnya selesai, Pak Indra sudah menunggu sejak pagi di luar pintu poli. Kami memberikannya.
10.30 Bu Nurul sedang melaksanakan proses konseling dan tes untuk pasien nomer 3, pasien nomer 1 sudah selesai, sementara di bawah bu Rena sedang melaksanakan proses untuk pasien nomer 2. Giliran bu Vina, setelah beliau mengurus sesuatu di administrasi lt bawah, akhirnya ia bilang pada kami bahwa ia siap menerima pasien, awalnya pasien disuruh masuk ke ruang poli saja (ruang poli hanya untuk staff, dan bukan ruang tes psikologi khusus), awalnya bu Rena ragu akan keputusan bu Vina tersebut, tetapi karena sangat ramainya pasien, akhirnya bu Vina melanjutkan ide untuk tes di ruang poli, tempat kami bekerja. kami merapikan meja, kursi dan dokumen dokumen yang berserakan. Kami bertiga duduk di belakang pasien. Kami melihat dan mendengar pasien sedang diwawancarai oleh bu Vina. Pasien nomer 5 ini terdiri dari seorang ibu, dan dua anaknya. Anak pertamanya yang ingin dites, sedangkan anak keduanya tidak, tetapi adiknya ini sangat aktif sehingga kami juga berusaha mendiamkan si anak agar proses berjalan kondusif.
10.45 Sekitar seperempat proses konseling, ternyata benar dugaan bu Rena, kalau jika tes dilaksanakan di ruang poli akan tidak kondusif, karena banyak pasien diluar yang mengetuk pintu poli, menanyakan macam macam hal yang tentu kami jawab, pintu seringkali dibuka-tutup, belum lagi telpon poli yang berdering. Akhirnya Bu Vina pindah ke ruang bawah, ruangan kosong di depan ruang poli paru-paru. Pendingin ruangannya tidak berfungsi lagi. bu Vina meminta salah satu dari kami untuk ikut serta melakukan tes pada pasien 5. Aku unjuk diri
11.00 Aku mencatat banyak hal, mulai dari subtes demi subtes dari WISC, apa saja instruksinya, contoh soalnya, bagaimana cara mengerjakannya, kemudian aku mencatat instruksi bu Vina yang menurutku menarik dan unik.Aku mencatat informasi yang unik juga dari pasien 5. tes WISC di akhiri dengan meminta pasien menggambar di belakang lembar jawaban. Pasien 5 ini berusia kira-kira 9 tahun. karena ia tidak mau menggambar orang, maka bu Vina menyuruh mengikuti gambar yang dibuat oleh bu Vina lebih dulu.
Setelah selesai, ibu dari pasien dipanggil, bu Vina lalu memberikan penjelasan bahwa anaknya harus sekolah di sekolah inklusi. Sekolah yang punya sarana dan prasarana untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Ia memberi tahu anaknya sulit berkonsentrasi, padahal modal utama belajar adalah konsentrasi. Ibunya terlihat sedih, tapi dengan profesional bisa menerima, ia merespon penjelasan bu Vina dengan baik seperti menanyakan sekolah inklusi mana yang rekomended untuk anaknya. Sekitar 10 menit berlalu, aku dan bu Vina pulang kembali ke lt 2, ruang poli psikologi, di perjalanan, bu Vina bercerita ia khawatir ada gangguan di visual pasien anak tadi, karena ketika mengerjakan subtest tentang dadu, dadu harusnya mengikuti pola yang ada dalam kertas, tetapi anak tidak dapat mengikuti walaupun sudah dibimbing dengan sangat detil, diberikan model dadu yang harusnya tidak boleh diberikan. Tapi anak tetap kesulitan membaca dan menyusun dadu sesuai pola pada kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar