Halaman

Foto saya
Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia
Your Future Psychology

Minggu, 28 Juni 2015

DAM

Hari ke dua puluh satu, Poli Psikologi Rumah Sakit Khusus Daerah, Duren Sawit

08.07 Aku minta maaf pada mba Maria karena datang telat lagi, hari ini hari ke-5 aku berada di sini, di poli psikologi. "Gapapa kok, ga masalah kalo aku mah" seperti itu jawab mba Maria, tapi mulutku sudah berjanji bahwa mulai minggu depan aku akan datang lebih awal, 7.45 paling lambat. Hari ini psikolog yang praktek hanya bu Vina. Setelah pasien datang, bu Vina langsung menuju ke ruang tes psikologi. Sebanyak empat pasien yang akan ditangani oleh beliau.


09.00 Setelah membantu mba Maria mendata pasien, mencatat jam masuk RM (Rekam Medis), mencatat jam masuk pasien ke ruang tes, kemudian mencatat biodatanya di buku besar berwarna merah. Kami kemudian dikejutkan oleh kedatangan si kecil Akhsan, aku tidak tahu tepat penulisan namanya yang benar. Akhsan adalah putra dari bu Rena, salah satu psikolog kami. Sekarang, yang terlintas di ingatanku ketika bertemu bu Rena adalah "alangkah seharusnya bersyukur beliau bisa belajar sebagai mahasiswa di univ tarumanegara yang terkenal mahal, kemudian tidak susah-susah harus memikirkan masalah biaya, beliau langsung dapat melanjutkan s2 di universitas yang sama". Kadang aku iri pada kehidupan seperti itu, menjadi mahasiswa s1 psikologi di universitas negeri saja rasanya lelah sekali memikirkan bagaimana pembiayaan. Di setiap bulan bulan penghujung semester dan awal-awal semester aku perlu memikirkan bagaimana managing keuangan, me-list biaya biaya yang dapat kutabung dan harus kukeluarkan. Mungkin, ini yang menjadikan aku lebih menghargai dan menghormati orang-orang di luar sana yang dapat melanjutkan s2 apalagi mendapat beasiswa ke luar negeri, dengan uangnya sendiri. tidak cuma-cuma.

11.00 Kami bermain dengan akhsan, bercanda, mengajarkan kosakata-kosakata baru, bernyanyi bersama, atau hanya duduk saja melihat betapa lucu perilakunya, sebagai anak normal berusia 2 tahun. Ketika akhsan pergi, kerjaan kami hanya begitu-begitu saja. Mengeprint laporan hasil tes, atau mengantarkan data-data yang diperlukan untuk di stempel di bagian NAPZA, atau mengantarkan surat-surat ke lt 4. Setelah jam 11.30 tiba, kami pamit untuk main ke instalasi rehab mental di gedung belakang.

13.00 Sebelum pulang, mba Maria meminta kami untuk tes grafis, tes grafis hari ini cukup BAUM dan DAM (Draw a Man) saja. Jika bu Vina selesai praktek dan pulang ke poli dan masih ada waktu sebelum jam 2 kami pulang, kami diberi kesempatan untuk belajar bagaimana interpretasi kecil-kecilan tentang grafis. Tapi ternyata setelah kami menggambar dan menunggunya hingga 15 menit sebelum pulang, bu Vina belum kunjung datang, alhasil kami hanya meletakkan saja hasil tes grafis kami bertiga untuk nantinya di interpretasi oleh bu Vina dan dijelaskan kepada kami.

Tes yang kami selesaikan hanya DAM, Draw a Man kepanjagannya, instruksinya "Gambarlah seorang manusia di kertas yang disediakan" sebelumnya kami diharuskan menulis biodata di kertas bagian belakang, nama, usia, pendidikan, dan tandatangan. Setelah digambar, kami disuruh menuliskan nama orang yang digambar, usia orang yang digambar, kegiatan yang ia lakukan, tiga sifat positf yang ia miliki dan tiga sifat negatif yang ia miliki. Aku menggambar seorang wanita, dengan nama yang sama denganku, bunga. Karena aku suka namaku, aku sangat amat menyukai namaku. Menurutku, namaku bagus, cantik, indah, dan enak didengar. Perempuan itu berusia sama denganku, 22 tahun, sedang memakai PDH (Pakaian Dinas Harian) crew sigma TV UNJ dan akan melakukan liputan untuk konser Ramadhan Jazz Festival, ini sesuai dengan apa yang aku pikirkan saat ini, karena nanti malam aku akan melakukan liputan. Persis seperti pada gambar. Sifat positif miliknya adalah jujur, berani, dan satu lagi aku lupa. Sedang sifat negatif miliknya adalah tidak disiplin, ceroboh, dan satu lagi aku lupa haha

Kamis, 25 Juni 2015

Hari ke-20

Hari ke-duapuluh, Poli Psikologi, Rumah Sakit Khusus Daerah, Duren Sawit


08.35 Aku datang telat sekali, setelah sampai ruangan, sudah ada bu Nurul dan mba Maria, sebelum sampai ruangan, aku berpapasan dengan bu Rena, "nanti tolong ambilkan alat tes trus kasih ke ruangan sebrang poli paru seperti biasa ya bunga" katanya dengan sopan, aku segera mengiyakan. Aku menyalami tangan mba Maria dan bu Nurul di poli. Setelah sedikit membantu mba Maria filing dan input data pasien, mba Maria meminta aku membawa alat tes dan RM dari pasien yang ditangani bu Rena. Hari ini bu Rena yang giliran praktek. Mba Maria juga yang menyarankan agar aku langsung saja ikut di dalam ruangan, mendampingi bu Rena. Pasien yang sedang ditanganinya adalah pasien dengan hidrocepalus, perkembangannya terhambat padahal ia sudah duduk di bangku SMP, tubuhnya kecil, pendek. 

08.45 Aku mengikuti proses tes IQ, menggunakan tes WISC juga seperti kemarin, tapi dengan psikolog yang berbeda, berbeda pula catatan yang aku dapat. Seperti halnya kemaren, aku mencatat instruksi yang menarik dan berbeda dari bu Rena sebagai tester, aku melihat perbedaan dari dua anak yang sudah aku observasi dari hari kemarin, pasien anak hari ini sangat kooperatif, walaupun suaranya kecil, tapi setiap pertanyaan dijawabnya dengan baik. Tidak seperti pasien kemaren, tidak konsentrasi sama sekali dan bahkan hampir semua pertanyaan bagian pengetahuan umum tidak dapat dijawabnya. Yang berkesan bagiku, pasien hari ini dapat menjawab dengan baik pertanyaan mengenai hobinya di rumah, aktivitas di rumah setelah ia sekolah, bagaimana kedekatan dengan keluarga, dan ia mengetahui mengoperasikan mesin cuci, ia mengetahui cara memasak nasi di ricecooker, cara memasak nasi goreng, dan ia sering mengulek sambel sendiri. Hebat. 

09.15 Di akhir tes, bu Rena memberikan instruksi agar "X" menuliskan angka 1 - 10 di awalnya, tapi kemudian bu Rena dengan random menyebut angka puluhan, kemudian, ratusan, ribuan, puluh ribuan, ratus ribuan, sampai sejuta yang harus ditulis oleh X. Instruksi selanjutnya adalah menuliskan huruf A sampai Z, "huruf besar atau huruf kecil?" pertanyaan pertama yang X tanyakan kepada Bu Rena. Terakhir, X diminta menuliskan cerita aktivitas pagi hari dari mulai bangun tidur hingga pergi ke sekolah di lembar yang sama. Setelah itu, orangtuanya dipanggil ke dalam ruangan, ada ayahnya juga ibunya, bu rena hanya menjelaskan bahwa memang sudah benar metode yang diajarkan oleh sekolah dari anak mereka. Karena sudah benar bahwa kemampuan akademik dan kompetensi tertentu dari X tidak bisa disamaratakan oleh teman-teman lainnya. Bu Rena juga memberi tahu bahwa yang paling penting adalah karakter building. Buat apa cerdas tetapi tidak ada attitude dari seseorang. 

Dadu

Hari ke-sembilan belas, poli psikologi, Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit


08.00 Aku tiba di Poli berbarengan bersama Hanun dan bu Rena, di ruangan sudah ada ayu disana, langsung melaporkan pada kami bahwa mba Maria tidak masuk hari ini karena sakit, hari ini hari ketiga kami di poli, sebenarnya kami masih ragu dititipkan tugas oleh mba Maria, kami masih dalam tahap adaptasi dan masih perlu orientasi, tetapi kami beranikan diri, karena ketiga psikolog ternyata bergantung pada kami, sejatinya pada mba Maria. Bagaimana manajemen pasien, filing dokumen, dan sebagainya sebagainya.

09.00 Crowded, Hectic, Pak Heri (Kalau tidak salah) mengetuk pintu kami dan terus mengirim RM (Rekam Medis) dari beberapa pasien. Ada tujuh pasien hari ini, psikolog yang sedang praktek hari ini hanya bu Nurul, tapi bu Vina dan Bu Rena membantu bu Nurul dengan mengambil masing-masing satu pasien. Kemudian, kami juga harus mengurusi dokumen hasil tes dari calon karyawan untuk RS Budi Asih. Jumlahnya ada 38 peserta, setelah kami print hasilnya, kami harus menemui ketiga psikolog yang masing-masing punya tanggung jawab peserta tertentu, selanjutnya kami harus menstempel semua hasil, stempel RS hanya ada di poli NAPZA di lt 1 dan di lt 4 official staff dari RS Duren Sawit. Kami mengerjakan itu dengan setengah panik, setengah bingung, setengah kacau, setengah beres, dan penuh dengan senang hati. Dokumen Budi Asih akhirnya selesai, Pak Indra sudah menunggu sejak pagi di luar pintu poli. Kami memberikannya.

10.30 Bu Nurul sedang melaksanakan proses konseling dan tes untuk pasien nomer 3, pasien nomer 1 sudah selesai, sementara di bawah bu Rena sedang melaksanakan proses untuk pasien nomer 2. Giliran bu Vina, setelah beliau mengurus sesuatu di administrasi lt bawah, akhirnya ia bilang pada kami bahwa ia siap menerima pasien, awalnya pasien disuruh masuk ke ruang poli saja (ruang poli hanya untuk staff, dan bukan ruang tes psikologi khusus), awalnya bu Rena ragu akan keputusan bu Vina tersebut, tetapi karena sangat ramainya pasien, akhirnya bu Vina melanjutkan ide untuk tes di ruang poli, tempat kami bekerja. kami merapikan meja, kursi dan dokumen dokumen yang berserakan. Kami bertiga duduk di belakang pasien. Kami melihat dan mendengar pasien sedang diwawancarai oleh bu Vina. Pasien nomer 5 ini terdiri dari seorang ibu, dan dua anaknya. Anak pertamanya yang ingin dites, sedangkan anak keduanya tidak, tetapi adiknya ini sangat aktif sehingga kami juga berusaha mendiamkan si anak agar proses berjalan kondusif.

10.45 Sekitar seperempat proses konseling, ternyata benar dugaan bu Rena, kalau jika tes dilaksanakan di ruang poli akan tidak kondusif, karena banyak pasien diluar yang mengetuk pintu poli, menanyakan macam macam hal yang tentu kami jawab, pintu seringkali dibuka-tutup, belum lagi telpon poli yang berdering. Akhirnya Bu Vina pindah ke ruang bawah, ruangan kosong di depan ruang poli paru-paru. Pendingin ruangannya tidak berfungsi lagi. bu Vina meminta salah satu dari kami untuk ikut serta melakukan tes pada pasien 5. Aku unjuk diri

11.00 Aku mencatat banyak hal, mulai dari subtes demi subtes dari WISC, apa saja instruksinya, contoh soalnya, bagaimana cara mengerjakannya, kemudian aku mencatat instruksi bu Vina yang menurutku menarik dan unik.Aku mencatat informasi yang unik juga dari pasien 5. tes WISC di akhiri dengan meminta pasien menggambar di belakang lembar jawaban. Pasien 5 ini berusia kira-kira 9 tahun. karena ia tidak mau menggambar orang, maka bu Vina menyuruh mengikuti gambar yang dibuat oleh bu Vina lebih dulu.
Setelah selesai, ibu dari pasien dipanggil, bu Vina lalu memberikan penjelasan bahwa anaknya harus sekolah di  sekolah inklusi. Sekolah yang punya sarana dan prasarana untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Ia memberi tahu anaknya sulit berkonsentrasi, padahal modal utama belajar adalah konsentrasi. Ibunya terlihat sedih, tapi dengan profesional bisa menerima, ia merespon penjelasan bu Vina dengan baik seperti menanyakan sekolah inklusi mana yang rekomended untuk anaknya. Sekitar 10 menit berlalu, aku dan bu Vina pulang kembali ke lt 2, ruang poli psikologi, di perjalanan, bu Vina bercerita ia khawatir ada gangguan di visual pasien anak tadi, karena ketika mengerjakan subtest tentang dadu, dadu harusnya mengikuti pola yang ada dalam kertas, tetapi anak tidak dapat mengikuti walaupun sudah dibimbing dengan sangat detil, diberikan model dadu yang harusnya tidak boleh diberikan. Tapi anak tetap kesulitan membaca dan menyusun dadu sesuai pola pada kertas.

Selasa, 23 Juni 2015

8

Hari ke-delapanbelas, Poli Psikologi Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit

08.00 Aku datang tepat waktu untuk jam kerja tim rehab, tetapi disini, di poli psikologi, aku telat 30 menit. Padahal aku sudah berusaha bangun lebih pagi dan jalan dengan cepat tadi di sepanjang perjalanan. Di dalam ruangan ada mba maria, mba citra, hanun, ayu, dan bu rena. Tidak lama kemudian status untuk pasien poli psikologi datang, tadinya hanya empat pasien, langsung aku dan ayu data di dokumen yang tersedia. Belum selesai mencatat, ternyata datang lagi status pasien baru. Psikolog yang praktek hari ini officially hanya bu Vina, jadi mba Maria perlu membicarakan perihal pasien yang bertubi tubi datang di hari ini. Alhasil, total pasien yang ditangani ada tujuh orang, dengan berbagai macam penanganan, misalnya tes IQ (baik untuk pasien normal atau disabilitas), atau konsultasi psikologi.

09.00 Ketika bu Rena datang, mba Maria berinisiatif agar bu Rena membantu satu atau dua pasien yang ditangani bu Vina, kemudian dengan bimbang ia memutuskan membantu tes satu pasien anak. Inisialnya F, ia ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Sebelum bu Rena pergi untuk memberi tes F, ia berbincang bincang bersama kami, mahasiswa magang. Kami bertanya mengenai disleksia, bu Rena menjelaskan dengan detil, disleksia adalah terganggunya kemampuan membaca seseorang, diakibatkan adanya persepsi yang salah pada memori dalam otak. Biasanya dapat dilihat dalam tes IQ, pada bagian tes performance nya yang kurang atau dibawah rata-rata. Salah satu terapi untuk pasien disleksia adalah dengan menuliskan angka 8 secara horizontal, dengan arah tertentu, pasien diminta mengikuti pola angka sesuai instruksi, jika masih perlu bimbingan, maka diawal-awal boleh diberikan titik-titik, biasanya terapi ini selesai dilakukan selama sebulan hingga pasien lancar membentuk angka 8 sendiri. Setelah lancar, barulah diajarkan menulis huruf, itupun sesuai pola dari angka 8 horizontal itu. Selesai berbagi ilmu yang kesemuanya aku catat didalam buku catatanku, bu Rena dan ayu (salah satu dari kami diperbolehkan ikut ke dalam ruangan tes) memberikan tes untuk F di lt 1

10.30 Selesai tes, kami diberi banyak informasi hasil tes dari F, ayah dari F menangis setelah diberi tahu bahwa putra pertamanya menderita autis. Ciri paling mudah yang dapat kita ketahui dari penderita autis adalah kontak mata yang tidak fokus kepada lawan bicara. Bu Rena menceritakan bagaimana tester atau psikolog memerlukan inisiatif dan kreativitas yang tinggi untuk memberi tes. Misalnya pada soal "apa yang anda lakukan jika jari anda teriris?" itu menjadi pertanyaan yang sulit untuk anak berkebutuhan khusus seperti F. Maka diperlukan seni komunikasi yang tepat agar testee mengerti dan dapat menjawab dengan baik. Ayu juga ikut bercerita bagaimana F membeo, mengeluarkan kata yang menjadi kata paling akhir yang diucapkan bu Rena sebagai tester. Dan aku sangat terkesan, lebih lagi, kami juga membicarakan tentang profesi psikolog, bagaimana untung dan ruginya psikolog klinis, apa pentingnya s2 dan semacamnya. 

Senin, 22 Juni 2015

Rindu

Hari Ke-tujuhbelas, Poli Psikologi  Rumah Sakit Duren Sawit


10.20 Aku baru tiba karena mengurusi dokumen, tandatangan kontrak dan mengikuti pembekalan KKN di kampus. Sebelumnya aku sudah meminta izin ke mba Maria. Sesampainya di poli, ada mba Maria, bu Vina dan Bu Rena didalamnya, aku menyalaminya satu-satu, mereka menyambutku sambil meneror banyak pertanyaan yang kujawab masing-masing dengan cepat dan tidak memperpanjang cerita. Aku sangat canggung, sebelum ku tanya mba Maria dimana Ayu dan Hanun, mba Maria sudah lebih dulu menyampaikan bahwa kedua anggota kelompokku sekarang berada di ruang rehab, katanya meminta data absensi dan merapikan laporan pemulangan yang sudah ditandatangani Pak Nurpandi.

11.00 Ayu dan Hanun belum juga datang, aku sebenarnya dilanda kecemasan, aku canggung. tapi akhirnya bu Rena memberiku satu pekerjaan, aku diminta mencetak laporan hasil tes IQ dari dua pasien beliau. Aku diberi tahu langkah-langkahnya lagi, sebenarnya hanya mengingatkan saja, karena aku sudah diajarkan lebih dulu di hari-hari sebelumnya oleh marsya dan aisyah. Kemudian aku meminta tandatangan bu Rena lalu turun ke lantai bawah untuk menstempel hasil tersebut dengan stempel rumah sakit yang berada di ruang instalasi NAPZA di lantai 1, kemudian filing dokumen tersebut ke binder yang tersedia.

11.30 Ayu, Hanun datang, berbarengan dengan Aisyah dan Marsya, lucu sekali. mba Maria dan mereka berdua berteriak kegirangan sambil berteriak "kangeeeen" bersamaan. mba Maria bilang "baru sehari ya padahal" mungkin rasanya sama sepertiku. Aku kangeeeen banget keadaan di rehab. Belum terbiasa disini.
Selanjutnya karena banyak dari kami yang tidak puasa, kami memutuskan makan siang di mie ayam yang terkenal di belakang rumah sakit. Kami berjalan kesana beriringan.

12.30 Kami selesai makan siang, aku kemudian mencari pekerjaan yang bisa dikerjakan di poli, merapikan file, memfotocopy instrumen yang nantinya akan jadi bahan ajar untuk kami, yang akan diajarkan oleh mba Maria besok. Nama alat tesnya MPTI. salah satu tes kepribadian.

14.15 Setelah berpamitan kepada mba Maria dan bu Vina yang masih di poli untuk menyelesaikan interpretasi laporan dari hasil tes Budi Asih, aku dan Hanun berniat mengunjungi instalasi rehab. Entah, aku seperti merasa berbeda, seperti baru pertama kali ke rehab, jantungku berdegup, aku kangen, kangen tim, kangen suasananya, kangen seluruhnya dari instalasi rehab. Setibanya aku di lt 4, pintu lift terbuka, yang aku lihat adalah para pasien rawat inap laki-laki yang sedang melakukan latker pertukangan. Disana ada Pak Riza dan Pak Taruli juga. Mereka menyambutku lebih dulu dibanding mba mba lainnya yang ada diruang aula. Sungguh aku sangat rindu mereka. Aku menyalami semuanya tak terkecuali. Bercanda, tertawa, dan aku merasa seperti aku sesungguhnya bersama keluargaku. aku "hidup" disini. Lalu aku melanjutkan membantu bu ayu membuat gelang kreasi dari berbagai jenis mute. Pasien rawat inap perempuan disana sedang membuat gelang juga. Aku merasakan seluruh makhluk, baik makhluk hidup dan makhluk mati disana merindukan aku. Aku sukses membuat semua bahagia menyambutku dan Hanun. Ada banyak pasien disini. Mungkin mereka tidak mengerti betapa rindu yang bertebar di setiap tatap mataku ke mereka. Yang aku khawatirkan di hari-hari yang lalu benar. Aku sangat merindukan berada disini. Rasanya ingin berada 40 hari saja disini. menghabiskan masa magang bersama tim yang sudah menyentuhku, mengenalkanku pada sisi lain dari jiwa manusia. jiwa manusia yang tidak sehat.