Halaman

Foto saya
Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia
Your Future Psychology

Selasa, 30 Juni 2015

Tester

Hari ke-dua puluh empat. Poli Psikologi, Rumah Sakit Duren Sawit

07.00 Hari ini aku datang tepat waktu, demi berjanji di hari kemarin akan datang lebih awal karena akan ada test psikologi untuk tiga orang perawat rumah sakit, di ruang poli. Dari kemarin kami sudah sibuk membagi tugas siapa saja yang akan memberi instruksi untuk tiap-tiap test, total test nya berjumlah delapan tes. Dan kami sudah mempelajari dan diberikan lebih dulu oleh mba Maria dihari-hari yang lalu. Pembagiannya sebagai berikut
Kraeplin = Bunga
IST = Ayu
DISC = Hanun
EPPS = Ayu
PAPI Kostic = Hanun
Tes Grafis
(Wartegg, BAUM, dan DAM) = Bunga

07.30. Peserta tes sudah datang, mereka tiga orang perawat, mengenakan seragam perawat berwarna biru, dengan pantofel dan menjinjing tas masing-masing, satu orang perawat sedang hamil, ia sangat ramah dan supel, sering bertanya dan sangat kooperatif. Awalnya, mereka disuruh mengisi kertas formulir pasien baru untuk rumah sakit, dan form inform consent khas dari psikologi. Setelah data-data tersebut terkumpul, barulah mba Maria membuka tes dengan pembukaan yang sangat manis. Memberi salam, memperkenalkan diri, dan memperkenalkan kami sebagai mahasiswa yang akan membantu jalannya proses tes psikologi. Giliran aku dimulai, Kraeplin adalah urutan tes pertama untuk rangkaian tes psikologi dimanapun itu. Beberapa menit sebelumnya aku mulai panik, aku nerveous, tapi bisa diatasi, tidak seperti ketika dulu detik-detik mengisi materi DGT di instalasi rehab mental, nerveousku ini lebih bisa berdamai, dan masih aman. Instruksi Kraeplin berjalan dengan lancar. 22 menit setengah berlalu dan selesailah tugas pertamaku.

10.30 Menjelang tugas keduaku, sebagai tester dari tes grafis, aku dipanggil oleh bu Rena, ia menjelaskan panjang lebar bagaimana instruksi yang baik untuk tes grafis. Mulai dari Wartegg, aku baru mengetahui jika instruksi memberi keterangan/judul gambar itu diberikan ketika dipertengahan proses tes wartegg, bagaimana kata-kata yang tepat untuk instruksi awal, sebagai contoh "gambarkan apa saja. bebas, yang penting tanda tanda pada tiap kotak ini, harus menjadi bagian dari gambar anda". di pertengahan baru ditambahkan instruksi memberi keterangan pada lembar bawah halaman di lembar jawaban wartegg, ditambah simbol simbol M untuk mudah, S untuk sulit, + untuk yang paling disukai, dan - untuk yang kurang disukai. Selanjutnya aku diberikan penjelasan tentang BAUM, dan DAM, bagaimana menjawab pertanyaan dari peserta semisal peserta menanyakan sesuatu yang kurang dimengerti, bagaimana kalimatisasi yang tepat untuk instruksi, dan sama seperti wartegg tadi, instruksi untuk menuliskan identitas phon dan orang yang digambar diberikan di pertengahan atau akhir-akhir proses tes. Karena, semenjak kuliah, aku tahu betapa pentingnya kalimatisasi dan betapa berpengaruhnya kalimatisasi yang tester katakan dalam pelaksanaan tes psikologi. apapun bentuknya.

16pf

Hari ke-dua puluh tiga, poli psikologi, Rumah Sakit Duren Sawit


08.45 Kegiatan kami hari ini sama seperti biasanya, mendata pasien masuk, dan menyerahkannya kepada psikolog yang praktek untuk ditangani, pasien antre hanya ada satu orang saja seingatku. Kemudian kami mencari kegiatan lain, aku mengusulkan untuk melanjutkan mengerjakan tes grafis, kemarin kami bertiga baru mengerjakan tes DAM, hari ini kami menghabiskan seluruh tes grafis, BAUM, dan Wartegg.

09.00 Sekitar pukul sembilan kami memulai mendengarkan instruksi dari mba Maria, ada banyak pertanyaan, salah satunya aku menanyakan mengapa untuk menggambar pohon, beberapa jenis pohon tidak boleh digambar, misalnya tidak boleh menggambar pohon kelapa, karena menurutku, pohon kelapa adalah pohon yang kesemua bagian tubuhnya memiliki manfaat, pohon kelapa adalah sumber kehidupan, manusia bisa bertahan dengannya, semua bisa digunakan, beberapa ada yang dapat dikonsumsi, digunakan sebagai wadah suatu alat, dan lain sebagainya. Bu Nurul, psikolog yang ada di ruang poli mencoba menjelaskan, ia sendiri sebenarnya ragu dengan jawaban yang ia kemukakan, karena menurutnya itu bukan ahlinya. Tetapi intinya, ia menjelaskan bahwa, kesemua jenis pohon yang tidak boleh digambar adalah untuk membantu, untuk mengarahkan peserta tes agar mereka menggambar pohon utuh dan spesifik dengan bagian tubuh dari pohon yang lengkap. Bu Nurul malah menyinggung banyak soal keahliannya berinterpretasi gambar untuk anak-anak, anak-anak berbeda dengan dewasa, biasanya menggunakan THP (Tree House Person) Test, atau Draw a Dragon, salah satu bentuk tes dengan instruksi peserta anak-anak diminta untuk memilih ingin menggambar naga, rumah, ada beberapa opsi, saya lupa, tapi saya mencatatnya, di buku catatan. Warna yang digunakan juga hanya lima warna. Ini semua guna pemeriksaan klinis peserta.

10.30 Kami selesai melaksanakan tes grafis, kemudian kami melanjutkan belajar tes 16pf dari mba maria, lembar jawaban kami fotokopi lebih dulu, tes 16pf adalah salah satu tes kepribadian, dari cattel, di tahun 20an menurut penjelasan mba Maria. 16pf tidak sering digunakan, karena sudah sama seperti tes kepribadian lain seperti EPPS dan Kostic, terkadang ada elemen-elemen perilaku yang tidak tercermin di dalamnya sehingga banyak psikolog yang sudah meninggalkan 16pf. Jumlah tesnya ada 105 soal. Caranya hanya dengan memilih A, B atau C, hampir sama seperti EPPS atau Kostic. Selesai kami kerjakan, scoring adalah bagian yang menarik, yang paling aku tunggu. Scoring tiap tes pasti berbeda, termasuk tes ini. Pertama kami disuguhkan dengan kunci jawaban angka genap dan angka ganjil, kami mengikuti skor yang ada dalam kunci, hanya ada tiga nilai, nilai 0, nilai 1,dan nilai 2. Setelah itu ditiap baris soal, kami harus jumlahkan nilai yang didapat, kemudian dikonversikan ke nilai SS, dengan ketentuan nilai MD yang berlaku. Scoring berjalan dengan lancar, sampai finishingnya adalah kami membuat grafik berdasarkan nilai SS yang didapat dan tinggal melihat titik titik yang ekstrem ke kanan atau ke kiri. di lembar panduan, di kanan dan kirinya sudah tercantum uraian singkat skala terendah dan uraian singkat skala tertinggi.

Minggu, 28 Juni 2015

SB IS (Standford Binet Intelligence Scale)

Hari ke-dua puluh dua, Poli Psikologi, Rumah Sakit Khusus Daerah, Duren Sawit


08.35 aku baru datang, semua teman magangku di RSDS bersorak menyambutku "Astagfirulloh al adziim, jam berapaaaaa iniii?" hahahhaaha. aku hanya tertawa tertawa saja. Mereka sedang berkumpul, mengelilingi bu Nurul. Salah satu psikolog juga di RSDS.Ternyata bu Nurul sedang menjelaskan tentang SB IS (Stanford Binet Intelegensi Scale)

Menurutnya, SB sangat cocok untuk di tes pada anak RM (Retardasi Mental), tes ini lebih baik dibanding WISC, karena terkadang WISC malah akan memperburuk hasil IQ yang didapat dari anak RM. Tetapi SB ini juga mempunyai kelemahan. Biaya alat tesnya mahal, memerlukan skill yang lebih dalam ketika memberi tes, banyak alat peraga yang disediakan sehingga harus mengerti betul cara administrasinya. Perangkat SB terdiri dari buku lembar jawaban yang dipegang oleh tester, kemudian ada buku panduan dan buku persoalan. Yang akan ditampilkan pada testee adalah alat peraga, berupa mainan seperti boneka, kartu-kartu, gambar orang, balok-balok, dadu, dan banyak lainnya. Dalam SB dikenal Basal Age, adalah usia kognitif anak mampu mengikuti tes. Caranya, dengan expert judgment, langkah paling awal adalah memilih basal age dengan perkiraan. Jadi, dalam buku lembar jawaban, dibagi sesuai usia. ada tes untuk tahun II, untuk tahun III,tahun IV, tahun V, tahun VI, sampai tahun XII. Setelah psikolog memperkirakan basal age yang sepertinya dimiliki anak, misal tahun III, maka psikolog sebagai tester memeriksa anak dengan memberikan tes untuk tahun III, jika ada soal yang salah, minimal satu kesalahan, maka harus mundur ke tahun sebelumnya, jika tidak ada kesalahan, maka dilanjutkan ke soal selanjutnya.

DAM

Hari ke dua puluh satu, Poli Psikologi Rumah Sakit Khusus Daerah, Duren Sawit

08.07 Aku minta maaf pada mba Maria karena datang telat lagi, hari ini hari ke-5 aku berada di sini, di poli psikologi. "Gapapa kok, ga masalah kalo aku mah" seperti itu jawab mba Maria, tapi mulutku sudah berjanji bahwa mulai minggu depan aku akan datang lebih awal, 7.45 paling lambat. Hari ini psikolog yang praktek hanya bu Vina. Setelah pasien datang, bu Vina langsung menuju ke ruang tes psikologi. Sebanyak empat pasien yang akan ditangani oleh beliau.


09.00 Setelah membantu mba Maria mendata pasien, mencatat jam masuk RM (Rekam Medis), mencatat jam masuk pasien ke ruang tes, kemudian mencatat biodatanya di buku besar berwarna merah. Kami kemudian dikejutkan oleh kedatangan si kecil Akhsan, aku tidak tahu tepat penulisan namanya yang benar. Akhsan adalah putra dari bu Rena, salah satu psikolog kami. Sekarang, yang terlintas di ingatanku ketika bertemu bu Rena adalah "alangkah seharusnya bersyukur beliau bisa belajar sebagai mahasiswa di univ tarumanegara yang terkenal mahal, kemudian tidak susah-susah harus memikirkan masalah biaya, beliau langsung dapat melanjutkan s2 di universitas yang sama". Kadang aku iri pada kehidupan seperti itu, menjadi mahasiswa s1 psikologi di universitas negeri saja rasanya lelah sekali memikirkan bagaimana pembiayaan. Di setiap bulan bulan penghujung semester dan awal-awal semester aku perlu memikirkan bagaimana managing keuangan, me-list biaya biaya yang dapat kutabung dan harus kukeluarkan. Mungkin, ini yang menjadikan aku lebih menghargai dan menghormati orang-orang di luar sana yang dapat melanjutkan s2 apalagi mendapat beasiswa ke luar negeri, dengan uangnya sendiri. tidak cuma-cuma.

11.00 Kami bermain dengan akhsan, bercanda, mengajarkan kosakata-kosakata baru, bernyanyi bersama, atau hanya duduk saja melihat betapa lucu perilakunya, sebagai anak normal berusia 2 tahun. Ketika akhsan pergi, kerjaan kami hanya begitu-begitu saja. Mengeprint laporan hasil tes, atau mengantarkan data-data yang diperlukan untuk di stempel di bagian NAPZA, atau mengantarkan surat-surat ke lt 4. Setelah jam 11.30 tiba, kami pamit untuk main ke instalasi rehab mental di gedung belakang.

13.00 Sebelum pulang, mba Maria meminta kami untuk tes grafis, tes grafis hari ini cukup BAUM dan DAM (Draw a Man) saja. Jika bu Vina selesai praktek dan pulang ke poli dan masih ada waktu sebelum jam 2 kami pulang, kami diberi kesempatan untuk belajar bagaimana interpretasi kecil-kecilan tentang grafis. Tapi ternyata setelah kami menggambar dan menunggunya hingga 15 menit sebelum pulang, bu Vina belum kunjung datang, alhasil kami hanya meletakkan saja hasil tes grafis kami bertiga untuk nantinya di interpretasi oleh bu Vina dan dijelaskan kepada kami.

Tes yang kami selesaikan hanya DAM, Draw a Man kepanjagannya, instruksinya "Gambarlah seorang manusia di kertas yang disediakan" sebelumnya kami diharuskan menulis biodata di kertas bagian belakang, nama, usia, pendidikan, dan tandatangan. Setelah digambar, kami disuruh menuliskan nama orang yang digambar, usia orang yang digambar, kegiatan yang ia lakukan, tiga sifat positf yang ia miliki dan tiga sifat negatif yang ia miliki. Aku menggambar seorang wanita, dengan nama yang sama denganku, bunga. Karena aku suka namaku, aku sangat amat menyukai namaku. Menurutku, namaku bagus, cantik, indah, dan enak didengar. Perempuan itu berusia sama denganku, 22 tahun, sedang memakai PDH (Pakaian Dinas Harian) crew sigma TV UNJ dan akan melakukan liputan untuk konser Ramadhan Jazz Festival, ini sesuai dengan apa yang aku pikirkan saat ini, karena nanti malam aku akan melakukan liputan. Persis seperti pada gambar. Sifat positif miliknya adalah jujur, berani, dan satu lagi aku lupa. Sedang sifat negatif miliknya adalah tidak disiplin, ceroboh, dan satu lagi aku lupa haha

Kamis, 25 Juni 2015

Hari ke-20

Hari ke-duapuluh, Poli Psikologi, Rumah Sakit Khusus Daerah, Duren Sawit


08.35 Aku datang telat sekali, setelah sampai ruangan, sudah ada bu Nurul dan mba Maria, sebelum sampai ruangan, aku berpapasan dengan bu Rena, "nanti tolong ambilkan alat tes trus kasih ke ruangan sebrang poli paru seperti biasa ya bunga" katanya dengan sopan, aku segera mengiyakan. Aku menyalami tangan mba Maria dan bu Nurul di poli. Setelah sedikit membantu mba Maria filing dan input data pasien, mba Maria meminta aku membawa alat tes dan RM dari pasien yang ditangani bu Rena. Hari ini bu Rena yang giliran praktek. Mba Maria juga yang menyarankan agar aku langsung saja ikut di dalam ruangan, mendampingi bu Rena. Pasien yang sedang ditanganinya adalah pasien dengan hidrocepalus, perkembangannya terhambat padahal ia sudah duduk di bangku SMP, tubuhnya kecil, pendek. 

08.45 Aku mengikuti proses tes IQ, menggunakan tes WISC juga seperti kemarin, tapi dengan psikolog yang berbeda, berbeda pula catatan yang aku dapat. Seperti halnya kemaren, aku mencatat instruksi yang menarik dan berbeda dari bu Rena sebagai tester, aku melihat perbedaan dari dua anak yang sudah aku observasi dari hari kemarin, pasien anak hari ini sangat kooperatif, walaupun suaranya kecil, tapi setiap pertanyaan dijawabnya dengan baik. Tidak seperti pasien kemaren, tidak konsentrasi sama sekali dan bahkan hampir semua pertanyaan bagian pengetahuan umum tidak dapat dijawabnya. Yang berkesan bagiku, pasien hari ini dapat menjawab dengan baik pertanyaan mengenai hobinya di rumah, aktivitas di rumah setelah ia sekolah, bagaimana kedekatan dengan keluarga, dan ia mengetahui mengoperasikan mesin cuci, ia mengetahui cara memasak nasi di ricecooker, cara memasak nasi goreng, dan ia sering mengulek sambel sendiri. Hebat. 

09.15 Di akhir tes, bu Rena memberikan instruksi agar "X" menuliskan angka 1 - 10 di awalnya, tapi kemudian bu Rena dengan random menyebut angka puluhan, kemudian, ratusan, ribuan, puluh ribuan, ratus ribuan, sampai sejuta yang harus ditulis oleh X. Instruksi selanjutnya adalah menuliskan huruf A sampai Z, "huruf besar atau huruf kecil?" pertanyaan pertama yang X tanyakan kepada Bu Rena. Terakhir, X diminta menuliskan cerita aktivitas pagi hari dari mulai bangun tidur hingga pergi ke sekolah di lembar yang sama. Setelah itu, orangtuanya dipanggil ke dalam ruangan, ada ayahnya juga ibunya, bu rena hanya menjelaskan bahwa memang sudah benar metode yang diajarkan oleh sekolah dari anak mereka. Karena sudah benar bahwa kemampuan akademik dan kompetensi tertentu dari X tidak bisa disamaratakan oleh teman-teman lainnya. Bu Rena juga memberi tahu bahwa yang paling penting adalah karakter building. Buat apa cerdas tetapi tidak ada attitude dari seseorang.