
selaen gue pernah baca novel dari gagas media yg bikin ga mau ke mesir (novel itu nyeritain orang yg 'really eager' ke luar negeri sampe ngelamar jadi tki , dia bilang di dhammam , saudi arabia . siang hari tuh bisa 48 derajat selsius . terus siang disana kaya malem di indonesia . ga ada orang jalan . ga ada siapa siapa . sepi banget . sampe orang jogging pun di tengah malem , bukan di pagi hari ) . mungkin karena faktor gue tinggal disini . di negara bekas jajahan dutchman . haha .
mungkin juga karena faktor gue suka sejarah , gue suka cerita cerita masa lalu , gue suka museum. dan yaaa karena semua masa lalu , gedung , hal hal yg dulu disini itu berubungan sama Belanda . gue jadi pengen banget ke belanda . mungkin lebih tepatnya gue pengeeeeeeeen banget tau dulu tu gimana , gimana termasuk -- orang orangnya , gedung gedungnya, kehidupannya , makanannya , bahasanya, budayanya , dan lain lain .
ga ngerti gimana cara nanti gue ke Belanda . dulu gue sempet nulis gimana bisa ke Mesir , tapi ga tau ya , tiba tiba prefer nya malah ke Belanda sampe sekarang . tapi setelah gue baca sebuah blog . isinya sbb .
=======================================================================================
Tulisan ini saya re-blog dari Utamieeka Blog
Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki “surat ijin memasuki dunia global.”. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.
Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
============================================================================================
menurut gue pelajaran TERPALING PENTING terdapat dalam kutipan "HANYA ORANG BODOHLAH YANG SELALU MEMULAI MISI KEHIDUPAN DAN TUJUANNYA DARI UANG"
oia ada satu lagi kutipan yg TERSANGAT PENTING . sumbernya cukup lucu buat diceritain . suatu waktu gue lagi nothing doing , gue iseng ngeliatin bio tweet orang orang yg jadi follower gue . yg paling gue inget sampe sekarang . seseorang yg gue kenal cukup baik . nulis gini di bionya
" DUNIA NUNGGU GUE "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar