Halaman

Foto saya
Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia
Your Future Psychology

Jumat, 28 Oktober 2011

lapangan monas

sumber : http://snakewoman.multiply.com/journal/item/21/Monas
Sejarah Lapangan Merdeka yang lebih ngetop dipanggil kawasan Monas itu ternyata panjang lho, dari asal namanya aja deh, Monas mengalami lima kali pergantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Dari namaLapangan Gambir, ini sejarahnya kembali waktu jaman Daendels yang merubah lapangan buffelsveld (lapangan kerbau) yang lokasinya itu taman Monas skarang,tempat ini dialokasikan sebagai tempat latihan militer, yang dulu dipanggil Champs de Mars, yang sesudah masa kuasa sementara Inggris, tempat ini dirubah lagi jadi Koningsplein (lapangan raja) karena gubernur jendral Inggris mulai tinggal di Istana yang merupakan istana Merdeka yang sekarang ini yang dulu dipanggil Istana Gambir (duuuh sejarah banget yah..hehe)

Dari Lapangan Gambir, berubah lagi jadi Lapangan Ikada, terbayang dari cerita cerita perjuangan dulu, konon, para rakyat yang cinta dan hormat pada Presiden Soekarno tetap dengan semangat mendengarkan beliau berpidato sementara tentara Jepang berjaga di sekeliling dengan menodongkan bayonetnya.

Lapangan Merdeka, dimasa setelah itu, tepatnya tahun 1960, Presiden Soekarno yang terkenal punya pemikiran yang 'futuristik' merencanakan membangun sebuah tugu, monumen, yang bisa mengingatkan orang akan Indonesia, dibantu oleh penasehat Ruseno dan arsitek Soedarsono, di areal seluas 80 hektar, tugu peringatan peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat melawan penjajah Belanda ini diselesaikan secara fisik tahun 1967, dengan biaya 7 milyar yang didapat dari sumbangan seluruh rakyat Indonesia, tugu peringatan nasional ini kemudian lebih dikenal sebagai tugu Monas. Ada lelucon yang menyebutkan kalau Tugu Monas ini sebagai 'The Last Erection of Soekarno', hehe.., di masa itu, Soekarno sebenarnya mempunyai 2 buah proyek, yang pertama membangun Tugu Monas ini dan yang lain adalah membangun Masjid Istiglal, dan karena ide pembangunan Tugu Monas ini mendapat tentangan dari berbagai pihak yang menganggap ini sebagai suatu pemborosan biaya yang sia sia, justru Soekarno memilih untuk menyelesaikan tugu ini terlebih dahulu, dengan pemikiran, kalau setelah pembangunan ini selesai dan ada sesuatu terjadi dengannya, maka penerusnya pasti akan meneruskan rencana untuk membangun Masjid Istiglal, yang belum tentu terjadi kalau dia memilih membangun Masjid Istiglal terlebih dahulu.

Bentuk Tugu peringatan yang satu ini sangat unik. Sebuah batu obelik yang terbuat dari marmer yang berbentuk lingga yoni simbol kesuburan ini, juga simbol negative dan positive, tingginya 137 meter melambangkan dan mencerminkan identitas, sejarah dan cita-cita bangsa Indonesia, dibangun untuk mengenang dan menandai kebebasan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta menimbulkan inspirasi bagi generasi sekarang dan generasi masa datang dalam mengisi kemerdekaan.

Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang berbentuk nyala obor perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan mulanya dilapisi emas 35 kg. Dan waktu 17 Agustus 1995,lapisan emas itu ditambah lagi 15 kg, sebagai hadiah kemerdekaan Indonesia yang ke 50, yang merupakan sumbangan dari para pengusaha di Indonesia.

Konon, kalau kita melihat emas yang ada di atas monumen ini diwaktu malam, disinari lampu lampu, dari arah Istana Negara, lengkungan lidah api itu akan berupa seorang wanita memakai kebaya, duduk bersimpuh menghadap ke Istana, silahkan coba deh kalau ngga percaya...

Kalau kita memasuki ruangan yang ada di dasar monumen ini, kita akan menjumpai beberapa ruangan, diantaranya ruang musium sejarah, jendela jendela peraga pada keempat dindingnya menggambarkan sejarah perjuangan bangsa dalam bentuk 48 buah diorama, diantaranya diorama Proklamasi Kemerdekaan, disini kita bisa mendengar suara dari Presiden Soekarno ketika tengah membacakan Proklamasi dan diorama Kesaktian Pancasila.

Lapangan Monas, tugu Monumen Nasional resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975 dengan SK Gubernur DKI, Ali Sadikin. Disekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur,Minggu atau libur sekolah banyak masyarakat yang berkunjung kesini.Di dalam bangunan Monumen Nasional ini juga terdapat museum dan aula untuk bermeditasi. Para pengunjung dapat naik hingga keatas dengan menggunakan elevator. Dari Monumen Nasional dapat dilihat kota Jakarta yang semakin padat sampai ke tepian laut Jawa, dengan catatan kalau tidak tertutup kabut polusi yah.. :p

Dulu untuk memasuki monumen ini kita melewati terowongan bawah tanah yang dinding dindingnya tertutup marmer, Pintu masuk utama-yang dirancang arsitek Indonesia tersohor masa Bung Karno, Soedarsono-berupa sebuah terowongan bawah tanah. Terowongan itu berada di dekat patung Pangeran Diponegoro, yang merupakan hadiah dan hasil karya pemahat Italia tersohor, Prof Corbeltado.

Terowongan itu kini tidak jelas nasibnya. Sebab, pintu masuk tak lagi melalui terowongan itu, dengan alasan terlalu jauh dari lokasi parkir. Pengelolaan pun tidak lagi menjadi satu dengan pengelolaan Tugu Monas yang ditangani Kantor Pengelola Taman Monas.

Informasi tentang Monas pun minim. Tak seperti dulu, setiap pengunjung yang masuk dibagikan brosur ataupun buku panduan wisata ke Monas. Sekarang, hanya pengunjung yang kritis dan meminta brosur sajalah yang diberikan brosur.

Taman Monas, sekarang, pengunjung yang baru pertama kali datang ke lokasi wisata ini harus berputar mengelilingi kawasan Monas dan bertanya kepada para petugas banpol yang berjaga di setiap pintu masuk. Barulah mereka akan menemukan lokasi parkir, yakni berada di sisi selatan atau tepatnya di seberang Gedung Balaikota DKI.Setelah masuk, para pengunjung harus berjalan kaki sekitar satu kilometer untuk bisa mencapai monumen itu.

Dulu, setiap membawa rombongan city tour, bis bisa berhenti di lapangan sepatu roda yang ada tepat di samping kiri Istana, jadi bisa dengan enak menjelaskan tentang monumen Monas, trus beralih ke sejarah Istana Negara yang ada tepat disebrangnya, tapi sejak kawasan ini jadi kawasan tertutup, karena dikelilingi pagar besi setinggi 2.5 m, jadi ngga jelas lagi dimana sebenarnya bisa berhenti, pintu pintu pagar itu dijaga banpol, dan bisa terbuka dengan catatan asal rela membayar 'uang cape' buka pintu sebesar 20-30 ribu rupiah, hehe..

Kawasan Taman Monas ini, dulu pernah dijadikan kawasan tempat diselenggarakannya ‘Jakarta Fair’ sebelum dipindahkan ke kawasan Kemayoran sampai sekarang, trus juga pernah jadi kawasan untuk penanaman ' sejuta pohon', juga pernah dijadikan kawasan yang binatang dan burung burung di dalamnya itu dilindungi, trus juga pernah jadi kawasan 'Tabliq akbar sejuta umat', juga menjadi kawasan favorit untuk demonstrasi para mahasiswa, tempat bermain sepatu roda, kawasan teh botol 5000 rupiah plus bonus mijit dan megang megang dikit, hehe..,dan kawasan yang dikenal sebagai kawasan 'angker' karena konon dimalam malam tertentu bisa dijumpai sosok kuntilanak yang terbang melayang dari pohon ke pohon, tapi sekarang rasanya tidak lagi saudara saudari, hehe.., kawasan ini jadi kawasan tertutup.

Tahun 1811, Sir Thomas Stamford Raffles mendatangkan 12 ekor rusa totol (Axis axis) yang berbulu kemerahan dengan totol totol putih dan tanduk yang megah dari India, rusa rusa itu dilepaskan di halaman Istana Bogor, dan sekarang populasinya ada sekitar 500 ekor, dan skian ratus tahun kemudian , Sir Sutiyoso ternyata berniat juga untuk memindahkan 11 ekor rusa dari Istana Bogor mengisi halaman dari Lapangan Monas ini, dengan harapan, rusa rusa ini bisa berkembang biak, dan bisa jadi hiburan rakyat Jakarta, cuma ternyata rencana ini terbentur ijin dari Sekneg, padahal sudah sekian banyak biaya dikeluarkan untuk menciptakan kawasan yang 'rusa friendly', maka daripada kehilangan muka dan hilang wibawa, Sir Sutiyoso terpaksa minjam 11 ekor rusa tutul hasil penangkaran Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kebun Binatang Ragunan (KBR) Jakarta. Sayangnya, salah seekor rusa yang "dialihkan" dari BIN dan KBR itu keburu stres dan ayan, lalu kelojotan patah kaki lalu mati muda, dan walaupun ada banyak kritik dan protes terhadap rencana ini, Sir Sutiyoso tetap ‘kekeuh jumekeuh’ dan rencana memelihara rusa rusa di bagian Taman Monas akhirnya terealisasi waktu 22 Juni 2003, bertepatan dengan HUT DKI Jakarta ke 476.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar