Aku selalu takjub pada sikapmu. Jika ku bilang aku marah, bahkan sebelum aku katakan itu, kau sudah bisa memaknai rasa kesalku, kemudian kau selalu mencari cara yg bijaksana untuk redamkan itu. Kau terlalu cepat mengobservasi segala tingkah lakuku, sebagai mahasiswi psikologi aku takjub. sekali lagi aku takjub. Kadang interpretasimu terlalu dini, tapi bahkan itu yang menjadikanku cemburu pada caramu memprosesnya. Bagaimana bisa dengan cepatnya kau amati aku, kemudian akan terus ingat jika aku lakukan A maka akan menghasilkan X?
Kau melindungiku dengan cukup. Tidak lebih tidak kurang. Perlindunganmu bijaksana. Kau selalu tau "kebutuhan ideal" komunikasi hubungan kita. Sekali lagi, sebagai mahasiswi psikologi yg nilai mata kuliah psikologi komunikasinya A, aku cemburu padamu. Kau tidak belajar mata kuliah ini sepertiku, tapi kau memahaminya lebih baik dibandingku. Jika dalam sehari pada pagi sampai sore hari kau pikir komunikasi kita kurang, maka kau lebihkan di malamnya, jika kau merasa tidak cukup waktu untuk komunikasi di malam hari, kau lebihkan itu pada paginya. Aku selalu merasa cukup. Tidak lebih tidak kurang.
Kau manis sekali. Aku suka leluconmu yg hmm begini, kau tanyakan hal-hal yg bertolak belakang dengan tingkah lakumu padaku. Contohnya kau bilang "kenapa sih ko kamu sayang sama aku? aku aja biasa aja sama kamu" sedang jari-jari tanganmu meremas punggung tanganku dengan keras. Aku suka ketika kau memberikan lelucon menyinggung tingkat kecemburuanku. Pernah pada satu saat di bis, kau katakan sesuatu yang tak aku suka tentang wanita-wanita itu, tapi tanganmu terus menggenggamku dengan kuat. Aku belajar komunikasi nonverbal pada manusia. Dan aku memahami pesan tersirat yg kau sampaikan dari genggaman tanganmu itu. Aku juga sayang padamu.
Hari itu, 19 Januari 2015. Kau katakan kau mau menikahiku. Ditengah obrolan yg sama sekali tidak sedang menyinggung ke arah sana, Di tengah ingatanku bahwa kau akan merasa tidak suka jika membahas soal itu. Kau bilang kau mau menikahiku. Hidup denganku. Kau katakan usia kapan kita menikah, kapan kita memiliki empat orang anak. Kau katakan kau sayang padaku. Kau ambil tanganku, kau peluk tanganku. Kau letakkan dipipimu, ditelingamu, dipelipismu.
Kau melindungiku dengan cukup. Tidak lebih tidak kurang. Perlindunganmu bijaksana. Kau selalu tau "kebutuhan ideal" komunikasi hubungan kita. Sekali lagi, sebagai mahasiswi psikologi yg nilai mata kuliah psikologi komunikasinya A, aku cemburu padamu. Kau tidak belajar mata kuliah ini sepertiku, tapi kau memahaminya lebih baik dibandingku. Jika dalam sehari pada pagi sampai sore hari kau pikir komunikasi kita kurang, maka kau lebihkan di malamnya, jika kau merasa tidak cukup waktu untuk komunikasi di malam hari, kau lebihkan itu pada paginya. Aku selalu merasa cukup. Tidak lebih tidak kurang.
Kau manis sekali. Aku suka leluconmu yg hmm begini, kau tanyakan hal-hal yg bertolak belakang dengan tingkah lakumu padaku. Contohnya kau bilang "kenapa sih ko kamu sayang sama aku? aku aja biasa aja sama kamu" sedang jari-jari tanganmu meremas punggung tanganku dengan keras. Aku suka ketika kau memberikan lelucon menyinggung tingkat kecemburuanku. Pernah pada satu saat di bis, kau katakan sesuatu yang tak aku suka tentang wanita-wanita itu, tapi tanganmu terus menggenggamku dengan kuat. Aku belajar komunikasi nonverbal pada manusia. Dan aku memahami pesan tersirat yg kau sampaikan dari genggaman tanganmu itu. Aku juga sayang padamu.
Hari itu, 19 Januari 2015. Kau katakan kau mau menikahiku. Ditengah obrolan yg sama sekali tidak sedang menyinggung ke arah sana, Di tengah ingatanku bahwa kau akan merasa tidak suka jika membahas soal itu. Kau bilang kau mau menikahiku. Hidup denganku. Kau katakan usia kapan kita menikah, kapan kita memiliki empat orang anak. Kau katakan kau sayang padaku. Kau ambil tanganku, kau peluk tanganku. Kau letakkan dipipimu, ditelingamu, dipelipismu.